Minggu, 28 Juni 2009

TERUS BERJUANG, PANTANG MENYERAH

Sutta Dharmasaputra

Megawati Soekarnoputri, calon nomor satu dalam Pemilu Presiden 8 Juli 2009 mendatang. Meski pernah kalah pada Pemilu 2004 oleh Susilo Bambang Yudhoyono, putri proklamator Bung Karno itu tak mau begitu saja menyerah.

Kalau partai lain setelah kalah merapat dan berkoalisi dengan partai pemenang, sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ia memilih menjadi oposisi.

Menjelang Pemilu Presiden 2009 ini, PDI-P juga kembali mendapat tawaran dari Partai Demokrat, tetapi itu ditolak. Mega lebih memilih untuk kembali bertanding dengan menggandeng Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden.

Apa sesungguhnya yang hendak diperjuangkan Megawati, apa alasan dia memilih Prabowo dan program apa saja yang akan dilakukan apabila Mega-Prabowo terpilih nanti? Berikut petikan wawancara Kompas dengan Megawati di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Selatan. Wawancara berlangsung sekitar satu jam dalam suasana rileks dan penuh canda tawa.

Anda pernah jadi wapres, presiden, dan juga memimpin partai oposisi. Apa lagi yang ingin Anda perjuangkan?

Saya tidak punya beban dan kepentingan. Saya menginginkan bangsa ini maju seperti negara lain. Saya ingin melanjutkan visi-misi 2004. Mungkin itu terlalu idealis.

Kekurangan saya, kalau boleh saya katakan sebagai kekurangan, saya itu susah kalau disuruh main curang. Saya manusia yang melakukan perpolitikan dengan etika dan moral. Yang lain punya pikiran-pikiran yang pragmatis, saya belum ke situ dan mudah-mudahan tidak.

Saya belajar dari ayah saya, baik sebagai manusia biasa, pejuang, presiden, juga sebagai mantan presiden. Banyak hal yang saya bisa lihat: ketegaran, keteguhan, kejujuran, eksistensi dari keyakinan. Tapi, ini memang susah, betul-betul susah.

Mengapa tawaran koalisi dari Partai Demokrat ditolak? Bukankah tawarannya menggiurkan?

Semua orang berupaya memberikan tawaran cukup baik. Tapi, semua keputusan itu ada di tangan saya sebagai ketua umum. Boleh saja kader PDI-P bicara dalam versi masing-masing. Hal itu hak pribadi. Tapi, begitu Ketua Umum telah memberikan keputusan, bagi yang tidak melaksanakan, saya katakan, saya akan keluarkan. Saya lihat, sekarang ini tidak ada lagi yang bicara. Mereka bukan melihat Megawati sebagai pribadi, tapi harus melihat sebagai ketua umum partai.

Bagi saya, tawaran itu hal wajar. Tapi, yang utama harus melihat ke depan juga. Sampai saat ini, aturan main koalisi belum jelas. Perpolitikan kita, sampai dua minggu sebelum penetapan pasangan capres-cawapres, seperti penari twist, gerak ke sana ke mari tidak menentu. Koalisi yang coba dibangun antara PDI-P dengan Partai Gerakan Indonesia Raya adalah koalisi atas dasar platform yang sama.

Apa benar suami Anda Taufik Kiemas yang juga Ketua Majelis Pertimbangan Pusat lebih setuju berkoalisi dengan Demokrat?

Tidak. Beliau tentu harus melihat kemungkinan-kemungkinan. Kita juga tidak boleh menyumbat proses-proses yang sedang berjalan. Saya juga memberi mandat kepada Sekjen Pramono Anung, Ketua DPP Puan Maharani, dan dari legislatif Tjahjo Kumolo untuk berkomunikasi dengan utusan dari mereka, yaitu Hatta Rajasa.

Apa tidak berat terus-menjadi oposisi karena keran dana, akses, dan lain-lain tertutup?

Ada yang khawatir kalau jadi oposisi maka kader yang di eksekutif tidak bisa mendapat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Buktinya, 6 dari 10 bupati atau wali kota terbaik adalah kader PDI-P. Ketua Panitia Anggaran DPR juga bisa dipegang PDI-P. Kalau saya terus terang, kekhawatiran itu ada di orang-orang yang berpikir, barangkali takut tidak mendapat rezeki, ya....

Padahal, saya selalu katakan jangan masuk PDI-P kalau seperti itu. PDI-P pernah mengalami masa yang paling sulit. Kulminasinya peristiwa 27 Juli (1996). Saya pikir itu masa yang paling sulit bagi PDI-P.

Satu hal juga yang tidak bisa saya ubah adalah keputusan kongres yang menetapkan saya sebagai calon presiden. Saat itu, ada dua cara untuk membatalkannya. Apakah dengan menggunakan hak prerogatif sebagai ketua umum atau harus menggelar Kongres Luar Biasa. Menurut saya, kalau itu diambil bisa jadi preseden di kemudian hari.

Jadi, kalaupun ada yang mengatakan saya keras kepala, seperti batu, saya bilang bukan seperti itu. Saya terikat keputusan kongres. Kongres itu institusi partai tertinggi. Saya juga menghendaki partai ini tetap eksis sehingga ketua umumnya nanti harus belajar seperti apa yang telah saya lakukan.

 Anda ingin mengajarkan konsistensi?

Tentu. Kalau saya menggunakan hak prerogatif maka ketua umum yang akan datang akan enak sekali. Manakala ingin menjadi capres atau cawapres, akan dengan mudah memakai hak prerogatif.

Ada yang mengatakan, saya pernah menggunakan hak prerogatif itu. Itu tidak benar. Saat menjadi cawapres tahun 1999, saya tidak didukung PDI-P tapi didukung Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan. Saat itu juga pemilu belum diadakan secara langsung. Pertanggungjawaban saya juga diterima kongres. Jadi, pesan yang ingin saya sampaikan bahwa parpol itu jangan dijadikan kuda tunggang untuk kepentingan pribadi, tetapi sebagai alat perjuangan.

Megawati-Prabowo

Apa yang Anda kagumi dari Prabowo?

Beliau spontan. Apa yang ada di pikirannya, ceplos begitu saja. Kadang-kadang saya juga berpikir, kalau disampaikan dengan kita-kita tidak soal, tapi kalau di depan umum saya bilang, ”Mas mungkin ngomong-nya perlu agak dipikirkan dulu, ha-ha-ha....”

Beliau juga tegas dan cukup tangkas. Banyak yang mengatakan, kami berdua sebagai kombinasi yang saling mendukung karena saya perempuan, katanya omongannya lebih pelan.

Anda dan PDI-P dikenal sebagai simbol gerakan reformasi. Sedangkan Prabowo bagian dari simbol Orde Baru. Apa yang mendekatkan keduanya?

Saya baru dengar kalau Prabowo dikatakan sebagai simbol Orde Baru. Saya, kok ,kurang cocok ya. Kalau beliau pernah ikut di Golkar, mungkin iya. Tapi kalau dikatakan sebagai figur Orba itu hal baru bagi saya.

Saya juga selalu mengatakan, lihat ke depan. Kalau selalu melihat ke belakang, saya pikir bangsa ini tidak akan jalan. Melihat ke depan itu tentu saja bukan untuk kepentingan saya, tapi kepentingan bangsa dan negara.

Apa yg membuat Anda yakin bisa menjalankan program-program dengan Prabowo mengingat hingga detik-detik terakhir ada tarik-menarik yang kuat dalam membangun koalisi?

Sebenarnya tidak demikian. Yang sebenarnya terjadi hanya mempertajam agar bisa lebih merekatkan. Sebagai contoh, soal pembentukan kabinet, saya katakan tidak harus sekian orang Gerindra, sekian orang harus dari PDI-P. Saya juga katakan sistem kita itu presidensial. Untuk menciptakan pemerintahan kuat, kabinet juga harus solid dan menempatkan orang yang tepat, the right man in the right place. Kalau masuk kabinet semua harus sudah melebur.

Kabinet Anda nanti akan lebih banyak diisi profesional atau orang partai?

Tergantung dari seberapa besar pekerjaan yang harus dijalankan. Kita juga harus melihat prioritasnya. Kalau kerusakannya besar, harus diprioritaskan. Kalau kemacetannya sudah terlalu berkarat, harus mencari orang yang bisa membuka karat itu. Idealnya harus diisi orang-orang yang betul-betul mengerti pada tugas dan fungsinya.

Apakah benar ada pembagian tugas bahwa masalah ekonomi diserahkan kepada Prabowo?

Bukan pembagian tugas tapi penguatan. Gerindra menginginkan mengambil porsi itu. Tapi, dalam pelaksanaan nanti, kalau pemerintah ingin kuat, kabinet pun harus kuat dan terdiri dari orang yang tidak bisa mempunyai kepentingan sendiri-sendiri dan bisa bekerja sama. Pengalaman selama 2,5 tahun memerintah dan bisa efektif karena orang-orang yang ada cukup baik dalam menjalankan fungsinya.

Bukankah Anda pernah merasa dikhianati kabinet yang Anda bentuk? Pelajaran apa yang diambil dari sana?

Hah..., itu, kan, artinya tinggal moral dan etika dari orang-orang tersebut. Mau bikin janji apa saja, kalau memang modelnya begitu, ya, begitu saja.

Saya ini orang yang sudah terlalu banyak dikhianati. Bukan hanya di kabinet, tapi juga dalam perjalanan politik ketika saya meneruskan perjalanan politik ayah saya, banyak yang berkhianat. Begitu juga saat menjadi ketua umum sampai sekarang. Yang penting, ketika itu terjadi, bisakah mengatasi dan mencari solusi. Saya merasa mendapat rahmat, kabinet saya tidak cukup goncang, meskipun ada riaknya. Bayangkan kalau waktu itu saya langsung pusing, jalan pemerintahan bisa terseok-seok.

Dalam beberapa kesempatan Anda sering mengatakan pasangan Mega-Pro paling cantik. Anda ingin meraih kalangan perempuan dan merasa lebih ideal dibandingkan kombinasi Jawa-Luar Jawa?

Istilah Jawa non-Jawa, sebenarnya saya kurang setuju kalau kita mengatakan sebagai orang Indonesia. Saya sendiri, paling tidak, mewakili tiga suku, Jawa, Sumatera, dan Bali. Belum lagi ditambah Prabowo yang Jawa dan Sulawesi. Jadi, kalau melihat dari aspek itu pasangan kita lebih kuat.

Kita juga pasangan pria wanita. Saya berharap, perempuan memilih perempuan. Ini bukan karena kebetulan saya dari kalangan perempuan. Peran perempuan dalam politik memang masih minim sehingga nasib perempuan masih seperti ini. Kalau melihat perjuangan Kartini, tujuannya juga sama, yaitu ingin memperbaiki nasib perempuan di negeri ini. Kemajuan perempuan saat ini masih lebih bersifat individual.

Ekonomi Kerakyatan 

Visi, misi, atau program apa yang belum tuntas diwujudkan saat Anda menjadi presiden dan sangat urgen dilanjutkan?

Vision itu berarti pikiran yang sangat jauh ke depan. Kita sesungguhnya harus memiliki program jangka panjang yang disepakati bersama dan mengikat sebagai satu bangsa. Zaman Bung Karno ada Pembangunan Semesta Berencana. Saat Orde Baru ada Garis Garis Besar Haluan Negara. Dengan tidak adanya itu, bisa dibayangkan, setiap lima tahun presiden berganti, visi misi berganti, akhirnya seperti jalan ular, berbelok belok.

Dalam 2,5 tahun memerintah, banyak yang sudah saya lakukan, tetapi banyak juga yang belum dapat dilakukan. Contoh, saya mengegolkan Undang-Undang Tata Ruang juga Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Namun, implementasinya belum berjalan.

UU Sistem Jaminan Sosial itu bisa dijalankan paling tidak dalam jangka menengah. UU ini akan memberi jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, secara nasional, tidak parsial seperti sekarang ini, di satu kabupaten bisa gratis, kabupaten lain tidak.

Kalau berhasil menjadi presiden, apa yang akan diprioritaskan dalam 3 bulan pertama?

Bicara program 100 hari itu meniru Amerika. Itu sebenarnya hanya simbol bahwa kabinet sudah bergerak. Berdasarkan hitungan di atas kertas, negara-negara besar yang terkena dampak krisis global belum benar-benar bisa bangkit. Sekarang ini, saham General Motor pun diambil Pemerintah Amerika Serikat sampai 70 persen, karena kalau tidak bisa bangkrut. Situasi ini harus kita lihat apakah akan membawa dampak pada kita dan harus segera diantisipasi.

Kira-kira apa yang akan jadi fokus utama?

Semua harus dilakukan simultan. Meskipun masalah hukum berat, tidak bisa juga kita katakan masalah politik, ekonomi, stop jalan. Tapi, yang saya lihat paling berat nanti itu adalah persoalan ekonomi dan ini bisa membawa dampak pada masalah lain.

Anda mengusung ekonomi kerakyatan. Kenapa selama ini hal itu tidak bisa dilaksanakan?

Saat memerintah, saya menyetop impor gula dan beras. Bukan berati, saya anti-impor. Tapi, itu untuk mendorong regulasi bisa berjalan. Silakan tanya petani tebu. Sampai sekarang banyak yang berharap aturan-aturan yang dulu saya jalankan dikembalikan lagi.

Saya juga membuat moratorium penebangan hutan. Hal itu saya lakukan untuk mempermudah kontrol penebangan liar. Dengan regulasi itu kita bisa memperbaiki usaha kecil menengah. Saya juga menyetop ekspor rotan mentah. Minimal rotan harus diekspor dalam bentuk setengah jadi. Tapi, betapa sedihnya sekarang, kalau pergi ke Cirebon, aturan itu diubah lagi sehingga membuat perajin rotan, pengumpul rotan, menjadi terpuruk kembali.

Seharusnya sesuatu yang sudah baik diteruskan. Pemerintah sekarang selalu mengatakan meneruskan pemerintahan Megawati, tetapi yang saya lihat dalam pelaksanaannya adalah arah sebaliknya.

Program apa yang dicanangkan Mega-Pro untuk memajukan perempuan?

Paling penting itu membuka tabir tabu karena di banyak bagian ada yang mengatakan perempuan itu di belakang tirai. Ini harus dibuka dulu untuk bisa mengetahui di balik ”tirai” itu banyak pengetahuan yang bisa ditimba sebanyak mungkin.

Membuka ”tirai” lewat pendidikan?

Banyak jalan, mulai dari pendidikan anak-anak. Ini proses jangka panjang. Bisa juga dimulai dari yang sangat praktis, seperti kelompok arisan, pengajian. Setelah pengajian selesai, kenapa tidak dimodifikasi juga dalam bentuk pengayaan pengetahuan praktis, seperti memanggil ahli hukum, tata kecantikan, untuk membuka wacana.

Saat ke daerah, saya juga selalu mengatakan bahwa pengetahuan itu bisa didapatkan di mana saja. Dengan melihat alam pun bisa mengolah pikiran kita. Membaca koran bekas yang sudah lewat dua bulan pun juga tidak jadi soal. Membuka niat ini yang sering kali jadi kendala yang sangat besar.

Anda sering mengatakan mendorong trisakti, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan kebudayaan yang berkepribadian. Dalam lima tahun target apa yang bisa dicapai?

Di bidang pertanian, dalam waktu 1-2 tahun, saya pernah berhasil swasembada beras. Yang ingin kita buat nanti, yaitu swasembada pangan. Hal itu bisa didorong, kalau konsisten. Kita juga punya bupati dan lain-lain. Kalau satu persepsi, bisa segera dilaksanakan. Kalau ini konsisten dari pusat sampai daerah akan cepat sekali karena kita punya bahan bakunya. Berarti, hanya me-manage bagaimana membangun regulasi jadi lebih baik.

Sekarang bibit-bibit banyak impor. Bukan berarti saya anti- impor. Tapi bayangkan, saat ke pasar tanya kacang ini darimana banyak yang impor. Kalau semua dari luar, petani kita tanam apa?

Dalam bidang kedaulatan politik apa yang ingin dicapai?

Saya sering dikatakan menjual aset. Seandainya pabrik sudah mau bangkrut itu hanya ada dua pilihan, apakah dibangkrutkan atau pabrik ini coba dijual dengan kesepakatan, kamu sekian, saya sekian. Apa itu tidak salah? Tapi, saya juga berpikir untuk bisa mengambil alih lagi suatu saat. Ini yang saya maksud kedaulatan politik.

Begitu juga kontrak-kontrak. Sebenarnya, kelemahan ada di kontrak yang kita buat sendiri. Dulu kontrak-kontrak itu tidak begitu kuat. Kalau kita putus begitu saja, pasti kita kena arbitrase internasional. Belum lagi harus membayar ganti rugi dalam bentuk dollar. Apa itu tidak sulit?

Bagaimana dengan pembangunan kebudayaan?

Saya pernah tanya menteri pendidikan di Jepang. Sampai umur 6 tahun, anak di Jepang itu tidak diajarkan berhitung di sekolah. Itu dianggap pekerjaan orang tua anak di rumah. Di sekolah, selain diajak bermain, anak justru diajarkan budaya bangsa. Itu luar biasa. Karena itu di mana pun ketemu orang Jepang selalu menunduk hormat.

Saya tidak menolak masuknya budaya luar. Tapi, saya juga selalu memberi komik Ramayana, Bharatayudha, pada cucu supaya mereka tahu Gatotkaca dan lain lain. Soalnya, anak anak sekarang malah lebih banyak tahu kartun Jepang.

Kira-kira apa yang ingin disampaikan ke masyarakat bahwa pasangan Mega-Pro paling pantas memimpin negeri ini?

Saya sering katakan bahwa pendidikan politik rakyat itu perlu sehingga mereka bisa mengetahui dengan benar semua calon. Kalau ada dagangan, semua itu harus dilihat apakah punya keunggulan tidak.

Pemilihan umum itu penting untuk berdemokrasi. Sekarang ini ketika kecurangan secara masif terjadi sampai ada angket hilangnya hak pilih warga negara, bayangkan saja kalau kasus seperti ini terus-menerus terjadi lagi?

Saya, kan, pernah melakukan pemilu langsung pertama. Keanapa kok saat itu bisa, padahal baru pertama dan kenapa ini amburadul? Seharusnya bisa mencontoh yang pertama. Hak-hak dari masyarakat sepertinya diabaikan.

Seandainya Anda kalah?

Saya ini sudah sering kalah kok. Pakai ditanya lagi. Tapi saya tetap berjuang. Saya hanya berharap hidup saya bermakna.

Anda akan tetap jadi oposisi kalau kalah?

Saya tidak berpikir kalah kok. Saya selalu optimistis.

Optimistis menang 1 putaran atau 2 putaran?

Tentunya berkehendak supaya tidak banyak kerja 1 putaran, tapi harus juga melihat realita politik.

Pasangan paling berat?

Dalam hidup saya setiap melakukan kerja yang ada tantangan, tidak selalu melihat itu yang terberat. Resep saya itu justru melihat enteng tapi tidak berarti tidak mewaspadai. Kalau belum apa-apa sudah merasa berat, saya sudah menaruh batu di pundak. Jadi, saya selalu katakan itu terenteng dan mari kita hadapi.

(MYRNA RATNA/AGUS HERMAWAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog