Minggu, 28 Juni 2009

Survei Pemilu "Kompas" Menguak Celah Penguasaan Suara Pemilih

Bestian Nainggolan

Memasuki minggu akhir kampanye Pemilu Presiden 2009, upaya ketiga pasangan kandidat untuk merebut simpati pemilih semakin intensif dilakukan. Persoalannya kini, menjelang pemilihan suara, masih tersisakah ruang gerak bagi mereka untuk menggiring ataupun mengubah pilihan para pemilih?

Mengkaji berbagai perilaku pemilih menjelang hari pelaksanaan pemilu tampaknya tidak tertutup celah yang memungkinkan terjadinya perubahan pilihan para pemilih. Kendati tidak terlalu besar ruang gerak yang tersisa, hasil survei opini publik yang dilakukan Kompas, 4-14 Juni 2009, cukup membuka peluang bagi ketiga pasangan kandidat dalam memperluas pengaruh politik mereka kepada para pemilih hingga pemungutan suara pemilu dilakukan.

Perluasan pengaruh dapat diperoleh apabila terjadi penguasaan terhadap para pemilih yang hingga kini belum menyatakan pilihan mereka.

Menurut hasil survei ini, maksimal perubahan itu dapat terjadi pada seperempat bagian pemilih yang saat ini belum tampak jelas pilihannya. Sementara, bagian terbesar pemilih lainnya sudah secara jelas menentukan pilihan mereka yang terdistribusikan kepada tiga pasangan kandidat pesiden: Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Tidak statis

Jika ditelusuri, para pemilih yang belum secara jelas menyatakan pilihan politiknya itu terkategorikan dalam beberapa kelompok. Di antaranya, merupakan kelompok pemilih yang hingga saat survei ini dilakukan masih bimbang kepada siapa pilihan dijatuhkan. Dalam benak mereka, masih terdapat satu ataupun dua pasangan kandidat yang cukup diminati, tetapi belum diyakini sepenuhnya menjadi pilihan mereka.

Hasil survei menunjukkan, kelompok ini merupakan yang terbesar dari mereka yang tergolong belum jelas pilihan politiknya. Selain kelompok tersebut, terdapat pula kelompok yang hingga saat survei dilakukan merasa tidak tahu atau belum memiliki preferensi terhadap salah satu pasangan. Selain itu, terdapat pula kelompok yang merasa enggan mengutarakan pilihan politik mereka dan menganggap bahwa pilihan politik mereka merupakan sesuatu yang bersifat rahasia.

Mencermati perilaku politik mereka, sebenarnya ketiga kelompok yang belum jelas akan pilihan politiknya itu tidak bersifat statis. Artinya, keputusan dalam menentukan pilihan maupun perubahan sikap politik mereka amat potensial terjadi pada hari-hari ini hingga pelaksanaan pemilu. Kemungkinan yang terjadi, ketiga kelompok tersebut akan memantapkan pilihannya dan menyatakan dukungan politik mereka secara proporsional kepada ketiga pasangan kandidat yang bertarung.

Dengan demikian, semua kemungkinan dapat saja terjadi yang sekaligus menyiratkan masih terbukanya peluang bagi penambahan dukungan suara masing-masing pasangan kandidat.

Menjadi persoalan kini, apakah besaran peluang penambahan proporsi dukungan suara pemilih yang belum jelas menyatakan pilihannya itu akan mampu pula mengubah secara drastis konfigurasi penguasaan pasangan kandidat terhadap keseluruhan suara pemilih?

Satu temuan utama survei ini mengungkapkan, bagian terbesar pemilih telah secara jelas menyatakan dukungannya kepada salah satu dari ketiga pasangan kandidat. Dalam hal ini, pasangan kandidat Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono menduduki posisi teratas yang paling banyak dipilih.

Tiga model penganalisisan hasil survei mengungkapkan kuatnya posisi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (Grafik). Baik hasil analisis survei yang diperoleh dari pertanyaan langsung kepada para pemilih tentang kemungkinan pilihan politik yang mereka jatuhkan terhadap tiga pasangan kandidat, hasil survei berupa simulasi pencontrengan gambar ketiga pasangan kandidat yang dilakukan secara tertutup, maupun kajian konsistensi pilihan para pemilih yang dilakukan dengan membandingkan antara hasil pertanyaan langsung dan hasil simulasi pencontrengan, ketiganya secara bersamaan menempatkan pasangan SBY-Boediono sebagai peraih dukungan terbesar para pemilih. Menyusul kemudian secara berturut-turut pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Pola dukungan

Sejauh ini, pola dukungan yang telah terbentuk pada ketiga pasangan kandidat tersebut tergolong masif. Terdapat tiga alasan yang menguatkan kondisi demikian. Pertama, dari sisi karakter sosial ekonomi para pemilihnya. Hasil survei ini menunjukkan, proporsi dukungan kepada ketiga pasangan kandidat cenderung terpilah satu sama lainnya berdasarkan karakteristik sosial ekonomi yang berbeda.

Secara mencolok, terdapat perbedaan karakteristik pemilih pasangan SBY-Boediono dengan Mega-Pro. Dari sisi usia, misalnya, dukungan terhadap pasangan SBY cenderung diutarakan oleh kalangan berusia muda. Semakin tua jenjang usia pe- milih, dukungan cenderung menurun. Kondisi sebaliknya terjadi pada pemilih pasangan Mega-Pro, di mana semakin tua jenjang usia pemilih, maka terlihat semakin tinggi dukungan yang diberikan.

Pemilahan berdasarkan pendidikan dan kondisi ekonomi pemilih pun mencerminkan kondisi yang mirip. Bagi pasangan SBY-Boediono, karakteristik pemilih mereka cenderung meningkat pada kalangan yang berpendidikan tinggi. Namun, sebaliknya bagi pasangan Mega-Pro yang semakin tinggi dukungannya pada kelompok pemilih berpendidikan rendah.

Dari sisi kondisi ekonomi pemilih, kecenderungan semakin besarnya dukungan kalangan berpengeluaran di atas Rp 1 juta per bulan pada pasangan SBY-Boediono dibandingkan dengan mereka yang berpengeluaran di bawah Rp 1 juta per bulan. Sebaliknya, pada pasangan Mega-Pro, dukungan terbesar justru muncul dari mereka yang terkategorikan berpengeluaran di bawah Rp 1 juta per bulan.

Dibandingkan dengan kedua pasangan lainnya, pasangan Jusuf Kalla-Wiranto memiliki keunikan tersendiri yang tidak terlalu melekat pada berbagai karakteristik sosial ekonomi pemilih. Proporsi dukungan para pemilih pasangan kandidat ini relatif merata pada masing-masing kelompok usia, baik tua maupun muda, ataupun kelompok pengeluaran di bawah Rp 1 juta ataupun di atas Rp 1 juta per bulan. Namun, dari sisi jenjang pendidikan, cenderung bertumpu pada yang berpendidikan menengah dan tinggi.

Kedua, dari sisi latar belakang pilihan politik (parpol), para pemilih tampak jelas bahwa dukungan terhadap pasangan SBY-Boediono tersebar merata, tidak hanya dominan dari mereka yang mengaku memilih Partai Demokrat pada pemilu legislatif lalu, ataupun partai-partai yang menyatakan berkoalisi dengan Partai Demokrat.

Sebagian pemilih yang mengaku memilih partai-partai pengusung kedua pasangan kandidat lainnya pun menyatakan mendukung pasangan kandidat partai lain. Dalam hal ini, kecenderungan ketidaksolidan para pemilih terhadap dukungan pasangan capres dan cawapres dari partai politik pilihannya terlihat cukup mencolok pada para pemilih Partai Golkar dan dalam proporsi yang lebih kecil pada PDI-P.

Ketiga, besar kecilnya dukungan para pemilih yang ditujukan kepada masing-masing pasangan kandidat pada kenyataannya telah terbentuk dalam jangka waktu cukup panjang. Menurut hasil survei ini, separuh bagian pemilih telah menyatakan pilihan mereka lebih dari satu bulan sebelum survei ini dilakukan. Sementara itu, seperempat bagian pemilih lainnya menentukan pilihan seminggu hingga sebulan sebelum survei dilakukan.

Merujuk pada hasil survei Kompas yang dilakukan menjelang pemilu legislatif April 2009 lalu pun menguatkan hal demikian. Sekalipun belum terbentuk pasangan kandidat wakil presiden, pilihan terhadap sosok SBY sebagai presiden, misalnya, sudah dinyatakan oleh 55 persen responden. Dua bulan setelah pelaksanaan survei itu tampaknya tidak terjadi perubahan pola dukungan yang signifikan.

Ketiga alasan di atas yang menguatkan betapa masifnya pola dukungan yang terbentuk pada para pemilih terhadap masing-masing pasangan kandidat pilihannya tersebut menyirat- kan betapa sempitnya ruang gerak terjadinya perubahan posisi masing-masing pasangan kandidat.

Merujuk hasil survei ini, perubahan posisi hanya mungkin terjadi jika terjadi perubahan dukungan secara drastis pada mereka yang telah menentukan pilihannya. Namun, bagaimanapun semua yang terpaparkan merupakan hasil dari suatu survei pengumpulan pendapat para pemilih. Sebagaimana layaknya suatu survei yang berdasarkan dari suatu opini, berbagai keterbatasan pun kerap melekat. Fakta sesungguhnya terjadi saat pemilih telah menyatakan pilihannya di bilik suara 8 Juli mendatang. (Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog