Minggu, 28 Juni 2009

Paduan Ketangguhan dan Kekerasan Hati untuk Mencapai Kejayaan

Dicky Pelupessy, Bagus Takwin, Niniek L Karim, dan Nurlyta Hafiyah

 Aspek yang menonjol dari perpaduan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto merupakan perpaduan antara dua sosok yang sama-sama memiliki kebutuhan kekuasaan yang tinggi. Keduanya memiliki motivasi yang kuat untuk memperoleh kekuasaan, dilandasi dan didorong nilai-nilai yang diyakini.

Megawati mengaitkannya dengan rintisan dan cita-cita pendiri Republik Indonesia sedangkan Prabowo mengaitkannya dengan persatuan (Indonesia Raya) dan kerakyatan. Dengan PDI-P yang diidentikkan sebagai partai wong cilik dan Partai Gerindra sebagai partai ”petani, nelayan, dan pedagang”, keduanya mencoba membentuk kesan yang kuat tentang kekuasaan yang pro-rakyat, seperti yang ditampilkan dengan melakukan deklarasi di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang, Bekasi.

Keduanya memiliki kesamaan lain yang menonjol, yaitu mengandalkan ketangguhan dan kekuatan. Ketangguhan dan kekuatan Prabowo ditonjolkan lewat ambisi dan kariernya sebagai prajurit TNI. Pernyataan ”militer adalah dunia yang paling saya cintai” menegaskan preokupasinya terhadap ketangguhan dan kekuatan, demikian halnya dengan karier militernya yang banyak dihabiskan dalam tugas operasi.

Aspek psikologis ini semakin dikukuhkan dengan gaya presentasi diri yang berusaha ditampilkannya, yang menunjukkan dirinya sebagai sosok yang tegas dan memiliki disiplin tinggi. Pernyataan Permadi, yang menyeberang dari PDI-P ke Gerindra, bahwa ia melihat sosok Soekarno kecil dalam diri Prabowo, memberikan gambaran ketangguhan seorang pemimpin revolusioner dalam diri Prabowo.

Salah satu ciri orang yang menekankan kekuasaan dan ketangguhan adalah identifikasi dengan figur berkuasa (power figure). Megawati sangat menonjol dalam ciri ini. Ia senantiasa mengidentifikasikan dirinya dengan ayahnya, Soekarno, sang proklamator. Ia pun sering menggunakan masa penderitaan yang dialami Soekarno ketika dikucilkan rezim Orde Baru untuk disamakan dengan masa sulit yang ia alami ketika mengarungi dunia politik di bawah bendera PDI.

Ia juga sering menyitir ungkapan kembali ke semangat UUD 1945 karena hal itu identik dengan Soekarno dalam perjuangannya mendirikan negara Republik Indonesia. Berbeda dengan Megawati, meskipun merupakan anak dari begawan ekonomi Profesor Sumitro Djojohadikusumo dan cucu dari pendiri BNI 1946 dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI pertama Margono Djojohadikusumo, Prabowo jarang sekali merujuk pilihan sikap dan tindakan politiknya kepada nama besar orangtua dan kakeknya. Namun, masih lekat dalam ingatan banyak orang bahwa Prabowo pernah menjadi menantu Soeharto yang sangat berkuasa di masa Orde Baru. Hal ini memberi kesan kekuasaan pada figur Prabowo.

Kesamaan aspek psikologis di atas menjadikan Megawati dan Prabowo bisa sejalan sebagai pasangan (calon) presiden dan wakil presiden. Namun, kesamaan tersebut bisa menimbulkan benturan di antara keduanya manakala muncul perbedaan pendapat antarmereka.

Dengan kekerasan hati masing-masing, akan sulit bagi mereka menemukan ”jalan tengah” atas perbedaan yang terjadi. Apalagi Megawati cenderung menunjukkan fungsi perasaan dan ketergugahan emosional yang menonjol, sedangkan Prabowo selalu berusaha mengandalkan logika dan argumentasi yang kuat. Untuk mencairkan kebekuan yang mungkin terjadi dalam proses pengambilan keputusan di antara mereka berdua, Megawati dan Prabowo membutuhkan orang-orang di sekitar mereka yang bisa memediasi dan menjembatani ketika sudut pandang mereka saling berseberangan.

Hal lain yang patut diperhatikan adalah kecenderungan Megawati yang impulsif dan tak terencana, yang mungkin akan berbenturan dengan Prabowo yang memiliki pola penalaran yang terstruktur. Prabowo akan selalu mengharapkan pemikiran yang runut dengan tesis yang jelas, yang mungkin tidak didapatnya ketika beradu argumentasi dengan Megawati.

Peran sebagai wakil presiden yang secara hierarkis lebih rendah dan pada akhirnya menuntut ketaatan kepada presiden dapat membuat Prabowo mengalami frustrasi ketika secara terus-menerus berhadapan dengan situasi yang membuatnya merasa tidak dapat mengubah atau memengaruhi orang lain. Presentasi diri Megawati yang belakangan cenderung menampilkan gaya menyerang ketika berhadapan dengan pihak yang berseberangan, bisa menimbulkan friksi tajam apabila suatu saat ia beradu pendapat dengan Prabowo yang juga bisa terkesan menyerang ketika berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dianggapnya tidak logis.

Saling mengisi

Namun, dua karakter yang terkesan bertolak belakang ini tidak selamanya akan menjadi hambatan dalam interaksi keduanya. Malah, keduanya bisa saling mengisi manakala ketergugahan emosional yang dirasakan. Megawati dalam menanggapi suatu masalah mendapat justifikasi dan penjelasan yang logis dan koheren dari Prabowo. Pola penalaran Megawati yang cenderung linier dapat dilengkapi Prabowo yang memiliki pola penalaran yang kompleks dan terstruktur.

Megawati dan Prabowo juga bisa saling melengkapi atau mengisi. Prabowo yang memiliki keyakinan politik sebagai ajang konflik dapat ”dinetralisasi” Megawati yang memiliki keyakinan politik sebagai ajang harmoni.

Demikian halnya dengan Megawati sebagai anak kedua yang, menurut Adler, memiliki kebutuhan akan kesempurnaan sehingga cenderung tidak menyelesaikan proyek yang dimulainya, dapat dilengkapi Prabowo yang memiliki kebutuhan prestasi kuat untuk melibatkan diri dalam menuntaskan masalah. Indikasi kecenderungan perfeksionis pada Prabowo juga akan semakin melengkapi Megawati. Prabowo bisa membantu Megawati memberikan informasi dan penjelasan yang dibutuhkan. Ia juga bisa memberikan kesan kepemimpinan kuat pada pasangan Megawati dan Prabowo di tengah kesan Megawati sebagai pemimpin pasif yang dibayangi oleh ketidakoptimalannya semasa menjadi presiden dalam periode yang singkat dulu.

Dengan catatan sejarah yang pernah menempatkan Megawati sebagai simbol perjuangan melawan ketidakadilan, ia memiliki peluang bersama Prabowo yang memiliki sifat kepemimpinan kuat untuk mengembalikan kejayaan negara yang dibayangkan. Seandainya terpilih, gabungan sikap optimistis kedua sosok tersebut akan bisa menjadi kekuatan besar.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog