Minggu, 28 Juni 2009

CORAK LOYALITAS PEMILIH MEGAWATI-PRABOWO

Dukungan pemilih yang tersegmentasi tetapi cenderung loyal tampaknya bakal menjadi tulang punggung perolehan suara pemilu bagi Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto. Toto Suryaningtyas

 

Seperti pola perolehan suara dalam Pemilu 2004, dukungan suara yang kemungkinan bakal diraih pasangan Megawati-Prabowo kembali didulang dari basis massa tradisional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sebagaimana terekam dalam survei ini, suara konstituen bakal terkumpul paling banyak dari Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Secara keseluruhan, paling tidak 65,7 persen suara bagi Megawati-Prabowo berasal dari Pulau Jawa. Di luar Jawa, dukungan suara bagi Megawati-Prabowo kemungkinan muncul dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Lampung, dan Bali yang dikenal memiliki kedekatan dengan PDI-P maupun keluarga besar Soekarno.

Pola dukungan dari segi strata sosial pun menunjukkan pasangan ini lebih banyak mendulang suara dari basis massa di kelas bawah. Dari segi usia, latar belakang tingkat pendidikan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat, kelompok pemilih Megawati tampaknya masih sesuai dengan jargon sebagai partai ”wong cilik”. Pemetaan terhadap kelompok responden ini menunjukkan kebanyakan (59,6 persen) berpendidikan setingkat SD ke bawah dan memiliki pengeluaran keluarga rata-rata Rp 700.000 per bulan.

Hal ini cukup masuk akal jika melihat gambaran konstituen Megawati-Prabowo yang bagian terbesarnya (36,8 persen) mengaku berprofesi sebagai petani dan nelayan.

Di sisi lain, tambahan dukungan suara dari pemilih Partai Gerindra dalam Pemilu Legislatif 2004 diperkirakan tak terlalu banyak menggelembungkan perolehan suara bagi pasangan ini. Hal ini tak lain disebabkan cukup miripnya konstituen yang dibangun PDI-P dan Partai Gerindra dalam kampanye pemilu legislatif awal tahun 2009. Dari total responden yang menyatakan bakal memilih Megawati, hanya 39,7 persen yang mengaku mencontreng caleg dari PDI-P dalam pemilu legislatif. Sedangkan yang mencontreng Gerindra hanya 5,1 persen, masih kalah dari yang mencontreng caleg Golkar, 6,5 persen.

Meski relatif belum mampu merambah suara dari luar basis massa tradisionalnya, loyalitas pemilih Megawati tampaknya belum berubah yang tampak dari waktu penetapan calon oleh responden. Lebih dari separuh pemilih Megawati (54,1 persen) menyatakan sudah menetapkan pilihan jauh hari, lebih dari sebulan sebelum hari survei.

Demikian juga dalam kecenderungan memilih sosok calon presiden, 63,4 persen responden pemilih Megawati menyatakan bakal memilih calon presiden perempuan. Hal ini cukup menarik, mengingat jika menilik jawaban lainnya dari responden pemilih Megawati, sebenarnya cenderung normatif. Antara lain syarat tingkat pendidikan capres, sebagian besar menyatakan memilih presiden berlatar belakang pendidikan sarjana.

Pengaruh pencitraan

Bangunan konstituen yang relatif masih awet bagi pasangan Megawati-Prabowo tampaknya sangat terkait dengan sosok Megawati yang secara pribadi maupun politik cukup ideal di mata simpatisannya.

Apresiasi yang datang kepada Megawati tampaknya muncul secara cukup tepat dari sisi persepsi yang dibangun selama ini meski survei ini belum mampu mengungkap dampak perubahan gaya kampanye Megawati. Di mata sebagian responden survei, kekuatan pamor Megawati diakui banyak berasal dari unsur karakteristik kepribadian, kedudukan politik sebagai Ketua PDI-P, serta tak ketinggalan, faktor keturunan dari bapak proklamator, Presiden Soekarno.

Pandangan responden keseluruhan survei tersebut agak berbeda dengan sosok citra yang ditangkap responden yang bakal memilih Megawati-Prabowo. Bagi kalangan loyalis ini, bukan pertama-tama soal keibuan atau kedudukan politik Megawati, melainkan sosok prorakyat, pro-bahan pokok murah, dan keberpihakan kepada orang kecil yang ditangkap masih terpancar dari sosok Megawati.

Merunut pola apresiasi terhadap tiga pasangan capres yang bertarung memang terlihat cenderung terpengaruh oleh pilihan capres yang bakal dilakukan dalam pemilu mendatang. Tingkat keyakinan terhadap kemampuan Megawati dalam menyelesaikan berbagai persoalan pun terlihat tidak bebas dari aspek itu. Bagi pemilih Megawati, nyaris semua aspek persoalan, mulai dari pengentasan rakyat miskin, penyediaan lapangan kerja, hingga pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme cenderung dipercaya akan dapat diatasi oleh Megawati.

Proporsi paling tinggi adalah kepercayaan kepada Megawati mengatasi persoalan bahan pokok, yang diapresiasi 82 persen responden pemilih Megawati. Sementara yang paling rendah adalah dalam hal pemberantasan KKN yang ”hanya” diapresiasi 51,8 persen responden.

Bias pilihan capres juga terlihat dalam penerimaan responden terhadap capres. Dilihat dari tingkat penerimaan terhadap para pasangan capres menunjukkan kecenderungan sikap apriori responden terhadap capres lain dan sebaliknya, sangat menjunjung pasangan capres pilihannya. Terhadap Megawati, tercatat tingkat penerimaan yang cukup tinggi, mencapai 53,6 persen yang menyatakan ”sangat suka” dan 44,3 persen yang menyatakan ”suka”.

Jika dibandingkan dengan proporsi yang disuarakan bagi pasangan capres SBY dan JK, tingkat penerimaan ini relatif sama. Sebaliknya, proporsi sikap negasi, tidak suka, responden pemilih Megawati terhadap SBY dan JK tercatat cukup tinggi, meliputi 27,6 persen dan 42,4 persen responden.

Keyakinan

Maraknya persoalan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilu Legislatif 2009 juga menyisakan kesangsian dalam pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil dalam pilpres mendatang. Pemilih pasangan Megawati-Prabowo tercatat merupakan kelompok lebih besar menyangsikan pelaksanaan pilpres yang ”jurdil”. Proporsinya mencapai 26,3 persen pemilih Megawati. Sedangkan yang paling kecil menyangsikan pemilu berlangsung jurdil adalah dari simpatisan SBY yang mencakup 18,0 persen responden pemilih SBY.

Namun, di balik kesangsian itu, hampir semua pemilih Megawati menyatakan bakal ikut memilih dalam pilpres mendatang. Tentunya dengan harapan bisa memetik nilai perolehan suara yang cukup mampu menahan perolehan kubu lawan, paling tidak supaya tidak berlangsung ”satu putaran”.

Suatu tekad yang cukup logis jika mengingat tingkat elektabilitas Megawati-Prabowo yang dari survei ini memang terekam baru di kisaran perolehan 16,65 persen suara atau persisnya ada di antara 14,51 persen hingga 19,03 persen.

(Toto Suryaningtyas/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog