Senin, 29 Juni 2009

Susilo Bambang Yudhoyono JENDERAL "AKADEMIS" DI PANGGUNG POLITIK

Yudhoyono kembali maju untuk pemilihan presiden mendatang. Kali ini ia tidak lagi bersama Jusuf Kalla sebagai wakilnya, tetapi lebih memilih Boediono. Jadi, pemilihan umum presiden mendatang merupakan arena persaingan untuk kedua kalinya.

Susilo Bambang Yudhoyono lahir pada 9 September 1949 di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, sebagai anak tunggal pasangan Raden Soekotjo (pensiunan letnan satu) dan Siti Habibah, anak salah satu pendiri Ponpes Tremas. Nama Susilo Bambang Yudhoyono bermakna santun, penuh kesusilaan (susilo), ksatria (bambang), perang (yudho), kemenangan (yono).

Masa kecil dan remaja Susilo atau biasa dipanggil Sus dihabiskan di Pacitan. Dia tumbuh menjadi anak yang cerdas, aktif di kepanduan, suka membaca, penulis puisi, cerpen, pemain teater dan pemain band. Ketika duduk di kelas V SR Gajahmada, ayahnya mengajak berkunjung ke Akademi Militer Nasional di Magelang. Tebersit keinginannya menjadi tentara, seperti sang ayah juga yang seorang prajurit angkatan darat yang bertugas di koramil.

Setelah lulus SMA akhir 1968, Susilo yang kini lebih dikenal dengan sebutan SBY berencana melanjutkan ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Namun, karena terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Ia sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 Nopember Surabaya— hanya mengikuti tahapan orientasi kampus. Dia lebih memilih masuk pendidikan guru sekolah lanjutan pertama di Malang.

Tahun 1970 akhirnya SBY masuk Akabri di Magelang setelah lulus tes lanjutan di Bandung. Pada akhir masa pendidikannya, dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri (1973) dan menerima penghargaan lencana Adhi Makayasa.

Selama 27 tahun meniti karier di TNI AD, SBY banyak memimpin satuan tugas tempur. Lalu kemudian, ia menjadi Kassospol pada 1998. Saat itulah, peran sosial maupun politik TNI secara perlahan ditiadakan. Jabatan ini pun berubah menjadi kepala staf teritorial dan SBY sebagai yang pertama memegang jabatan itu. SBY berperan banyak dalam upaya mereposisi peran TNI (ABRI).

Karier politiknya diawali pada 29 Oktober 1999 ketika diangkat menjadi Menteri Pertambangan dan Energi masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Saat itu dia berpangkat letnan jenderal dan memutuskan pensiun dini dengan pangkat jenderal kehormatan. Setahun kemudian, Presiden Wahid mengangkatnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Namun, jabatan itu hanya dijalaninya selama setahun, ia lalu mundur dari kabinet.

Ia kemudian dicalonkan untuk memperebutkan jabatan wakil presiden yang kosong setelah Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. Bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung, SBY kalah suara. Dua bulan kemudian, Megawati menunjuknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Namun, kemelut politik yang terjadi yang menghadapkan dirinya dengan Megawati, SBY memilih mundur dari jabatannya sebagai Menko Polkam pada 11 Maret 2004.

Setelah itu, ia langsung berkampanye untuk partai yang dibidaninya, yakni Partai Demokrat. Keberadaannya di Partai Demokrat ini menuai sukses dalam pemilu legislatif.

Kemenangannya pun berlanjut, SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla berhasil menang, baik di putaran pertama maupun kedua. Peraih gelar doktor di bidang manajemen ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor itu akhirnya terpilih menjadi Presiden RI pada pemilu yang dipilih langsung oleh rakyat.

(MG Retno Setyowati/ Litbang Kompas)

Sumber: Litbang Kompas diolah dari Dokumentasi Kompas/Endang Suprapti dan MG Retno Setyowati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog