Minggu, 28 Juni 2009

ANALISIS PSIKOLOGI


Memahami Kepribadian Capres-Cawapres Pemilu 2009



Niniek L Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, dan Nurlyta Hafiyah

Tanpa terasa 5 tahun berlalu. Pada Mei-Juni 2004, dalam masa pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2004-2009, bersama Kompas kami melakukan penelitian dengan metode teleanalysis, ”pemeriksaan dari jauh”, terhadap kepribadian 5 pasang capres dan cawapres kala itu.

Hasil penelitian dipaparkan pada 21-25 Juni 2004, selama 5 hari berurutan, di Kompas dan dibukukan dalam buku berjudul Sang Kandidat (2004). Kami terangkan pada awal laporan itu bahwa psikologi politik percaya, metode ini dapat diandalkan untuk menemukan gambaran kepribadian tokoh, memahami kecenderungannya sehingga bisa memprediksi perilaku dan kiprahnya dalam berpolitik.

Begitu pula menjelang Pemilu Presiden 2009 ini, untuk memahami perilaku politik capres-cawapres dan kebijakan yang mungkin diambil jika terpilih nanti, sebaiknya diawali dengan pemahaman tentang kepribadian mereka.

Oleh karena itu, Bagus Takwin, seorang dari anggota tim kami yang juga pakar dan dosen psikologi kepribadian UI, menegaskan, dengan memahami kepribadian capres dan cawapres Pemilu 2009, kita dapat memperkirakan kiprah mereka jika berperan sebagai presiden dan wakil presiden.

Kami berusaha memanfaatkan beberapa konsep dan metode penelitian jarak jauh (analysis at a distance) yang pernah digunakan ahli psikologi politik untuk memahami kepribadian tokoh politik dunia. Beberapa di antaranya adalah Post (2003) dalam buku The Psychological Assessment of Political Leader; Saddam Husein and Bill Clinton, Feldman dan Valenty (2001) dalam buku Profiling Political Leaders; Cross-Cultural Studies of Personality Behavior, serta Preston (2001) dalam buku The President & His Inner Circle.

Dengan kerangka teoretis dan metodologis mereka, dirancang penelitian yang bertujuan memperoleh profil kandidat presiden dan wakil presiden 2009-2014.

Psikobiografi

Pendekatan psikobiografi mengasumsikan bahwa orang mempertahankan karakteristik psikologisnya agar ia memiliki pengaruh bermakna terhadap kejadian dan hasil dalam dunia nyata (Houghton, 2009). Dengan analisis psikobiografi, unsur kepribadian yang indikasinya ditemukan pada capres-cawapres itu dirangkai agar konsisten dan koheren dengan teori.

Selain mempergunakan teori kepribadian, ada beberapa istilah psikologi yang juga kami gunakan dalam penelitian dan laporannya ini. Kami akan jabarkan makna dari tiap istilah agar pembaca Kompas bisa turut bersama kami mengasah intuisi psikologis yang jelas ada pada setiap manusia. Berikut akan kami unjukkan konsep dasar dari teori tersebut.

Aspek kognitif, yang mencakup belief, dikembangkan dari konsep awal operational code dari N Leites (1951) dan disempurnakan AL George (1969). Operational code (prinsip-prinsip operasional) merujuk pada sekumpulan elemen yang didefinisikan sebagai konsepsi strategi yang terkandung dalam ideologi politik seseorang yang berfungsi untuk mengekspresikan karakter politik orang itu dan kelompok yang seideologi dengannya (Leites, dalam Feldman dan Valenty, 2001).

Kompleksitas pikiran (cognitive complexity), merujuk pada PE Tetlock (1984, 1991), adalah kemampuan diferensiasi: melihat masalah dari berbagai sudut pandang/dimensi serta kemampuan integrasi menggunakan berbagai sudut pandang dan dimensi dalam menyelesaikan masalah. Pola penalaran dari Shawn W Rosenberg (1988) yang menjelaskan adanya 3 jenis pola: sekuensial (berlompatan), linier runut dalam satu alur pikiran (one tack minded), sistematik (bisa melihat dari berbagai sudut pandang).

Motif sosial, teori dari McLelland yang menyatakan adanya 3 jenis kebutuhan sosial yang ada pada tiap orang dengan derajat dan komposisi berbeda: kebutuhan akan prestasi (need for achievement), yaitu motif yang mendorong seseorang untuk mencapai hasil lebih baik daripada yang pernah dicapainya; kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) yang ditandai dengan kepedulian tinggi terhadap pembentukan, pembinaan, dan pemeliharaan hubungan pertemanan; dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power) yang ditandai dengan kepedulian dan keinginan yang tinggi terhadap pengaruh yang ia miliki terhadap orang lain.

Kepemimpinan, berhubung yang diamati adalah calon pemimpin negara, maka teori yang kami gunakan dalam menganalisis kepemimpinan adalah teori TW Adorno (Adorno dkk, 1950) membagi karakter otoritarianisme dalam sembilan sifat yang merupakan satu kontinum dari ekstrem otoriter sampai anti-otoriter: konvensionalisme, tunduk otoritarian, agresi otoritarian, anti-intraception, percaya takhayul dan stereotip, mengandalkan kekuasaan dan ketangguhan, sifat destruktif dan sinisme, proyektivitas disposisi untuk memercayai dunia merupakan sesuatu yang mengancam, dan terakhir kepedulian/ketidakberesan kehidupan seksual.

Penjelasan yang kami susun tentang profil kepribadian para kandidat ini merupakan usaha mempertemukan teori dan data empiris sehingga bisa memperoleh pemahaman komprehensif. Kami menggunakan berbagai sumber dan informasi sebagai data penelitian. Kami tidak langsung berinteraksi dengan capres dan cawapres, melainkan menganalisis rekaman audiovisual, transkrip pidato, serta wawancara mereka yang dimuat di media massa selama empat tahun terakhir. Kami juga menganalisis tulisan tentang mereka, berita tentang yang dikatakan dan dilakukan mereka.

Persepsi sosial

Untuk mengetahui kesan masyarakat Indonesia tentang mereka, kami bersama Kompas menggali persepsi sosial dari masyarakat Indonesia melalui survei dengan kuesioner terhadap 2.198 responden di sejumlah provinsi di Indonesia.

Kami juga memfasilitasi diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dalam 2 kelompok masyarakat, tiap kelompoknya dengan partisipan yang kami pilih dari 20 kalangan masyarakat.

Dalam usaha mengajak masyarakat memahami kepribadian capres-cawapres Pemilu 2009, Kompas melibatkan lagi kami: Bagus Takwin, pakar dan dosen psikologi kepribadian program S-1, S-2, dan S-3 Fakultas Psikologi UI (FPsi-UI); Dicky Pelupessy, dosen psikologi sosial, Direktur Pusat Krisis FPsi UI sekaligus pakar penanganan konflik; dan Nurlyta Hafiyah, psikolog yang juga dosen psikologi sosial FPsi UI; di bawah koordinasi Niniek L Karim psikolog sosial, dosen S-1 dan S-2 FPsi-UI kekhususan psikologi sosial lintas budaya, penebar metode appreciative inquiry, dalam kerja sama melakukan penelitian dan pembuatan laporan.

Dengan menggunakan penalaran induktif dan deduktif, kami membuat kesimpulan hasil penelitian berupa gambaran aspek kepribadian yang terkait dengan perilaku politik mereka dan memaparkan hasilnya kepada pembaca Kompas. Apa yang ditampilkan di harian Kompas tiga hari ke depan ini merupakan ringkasan dari hasil penelitian kami.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog