Minggu, 28 Juni 2009

Prabowo Subianto Mengandalkan Ketangguhan dan Strategi

Bagus Takwin, Niniek L Karim, Dicky Pelupessy, dan Nurlyta Hafiyah 

Dalam sebuah iklan kampanye di televisi, Prabowo menyerukan ajakan untuk mengembalikan Indonesia sebagai ”Macan Asia”. Mengembalikan kejayaan yang pernah diraih memang menonjol dalam pidato, tulisan, maupun wawancaranya. Tampaknya arti kejayaan amat penting baginya. Kejayaan negara, kejayaan keluarga, dan juga kejayaan pribadi yang pernah diraih adalah sesuatu yang perlu dipertahankan.

”Turun Itu Menyakitkan” adalah judul wawancara dengan Prabowo Subianto di majalah Tempo, 19 November 2000. Dalam wawancara itu memang ia nyatakan, ”Ada pepatah di kalangan prajurit, kalau kita naik gunung, ... Sebab jika kamu sampai di atas, Anda hanya bisa kembali lewat turunan. Dan turun itu kadang-kadang menyakitkan.” Dari uraian sebelumnya, sejak usia dini memang Prabowo sering sekali mencapai kejayaan. Tampaknya ia amat menikmati setiap kejayaan yang diraihnya dan ia tidak menutupi betapa sakit hatinya dalam menjalani saat-saat harus turun.

”Militer adalah dunia yang paling saya cintai”. Kalimat ini dikutip dari wawancara tersebut. Pria yang pernah dilabel muda, cerdas, dan berambisi itu kabarnya memang sudah senang berpakaian seragam militer, seperti yang ditulis Gatra, 25 November 1995. Dalam karier militernya, ia tercatat sebagai salah satu perwira yang paling sering ikut dalam operasi militer.

Lepas dari pemecatannya oleh Dewan Kehormatan Perwira menyusul terungkapnya penculikan sembilan aktivis oleh para anggota Kopassus, prestasi Prabowo di militer tergolong cemerlang. Sebagai tentara, mantan menantu Soeharto ini banyak mendapat pujian berbagai pihak.

Kiprah Prabowo yang cemerlang di militer ditunjang aspek kepribadiannya yang terbentuk dari masa kanak-kanak. Ia adalah putra kedua ”Begawan Ekonomi” Prof Sumitro Djoyohadikusumo dan Dora Sigar. Keinginannya menjadi pejuang yang mendorongnya masuk tentara bisa jadi dipengaruhi cerita-cerita kakeknya, Margono Djoyohadikusumo, pendiri BNI 1946 dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI pertama. Seorang pamannya, Subianto Djoyohadikusumo, wafat di saat perang revolusi, konon dari figur itulah namanya menjadi Prabowo Subianto.

Walau lahir sebagai anak tengah, tetapi karena dalam keluarga ia adalah anak lelaki pertama, sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, disiplin, ambisius, dan pintar, ia pun diperlakukan sebagai anak sulung. Dalam hal ciri kepribadian yang berkaitan dengan posisi anak dalam keluarga, Alfred Adler pun pernah menjelaskan bahwa pengaruh yang lebih menentukan adalah bagaimana anak tersebut diposisikan dalam keluarga.

Prabowo anak lelaki pertama terbiasa dijadikan kebanggaan keluarga, panutan adik dan kakaknya, juga memiliki kemampuan memimpin yang alamiah, tampak tidak tertempa sindrom sibling rivalry terhadap saudara kandungnya. Yang tampak lebih berperan pada Prabowo adalah sifat-karakter anak sulung.

Sifat dominan dan hati-hati juga menonjol padanya. Ia mampu mengembangkan rencana yang dipikirkan secara matang, mengelola organisasi secara terstruktur dengan rancangan strategis serta mengambil tanggung jawab dan mengerjakan tugas dengan cepat. Sifat-sifat yang menurut Adorno dkk (1950) umumnya ada pada orang otoriter ini juga merupakan ciri dari pemimpin yang kuat. Dengan sifat-sifat tersebut, Prabowo mampu meraih kekuasaan dan memengaruhi banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog