Senin, 08 Juni 2009

Kalla: Lapindo Langgar HAM


Biaya Pendidikan Dokter Spesialis Akan Ditingkatkan


Kompas/Alif Ichwan
Calon presiden M Jusuf Kalla (kiri), didampingi pengurus Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia, Syamsul Arifin (kanan), dan presenter Fifi Aleyda Yahya, menjelaskan kepada hadirin dalam acara pemaparan visi dan misi pembangunan kesehatan di Gedung Stovia, Jakarta, Senin (8/6). Acara yang dihadiri praktisi kesehatan dan dokter itu digelar untuk mengetahui rencana pembangunan kesehatan oleh para capres.

Jakarta, Kompas - Calon presiden M Jusuf Kalla sepakat dengan hasil investigasi Komnas HAM yang menyatakan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur.

Pemerintah harus bertanggung jawab atas penderitaan yang diderita rakyat karena pelanggaran hak asasi itu.

”Saya ikut rekomendasi Komnas HAM. Saya taat hukum dan akan menjalankan rekomendasinya, kalau terpilih sebagai presiden,” ujar Jusuf Kalla (JK) dalam dialog ”Calon Presiden 2009-2014 Bicara Hukum” di Jakarta, Senin (8/6).

Penegasan sikap Kalla tentang adanya pelanggaran HAM dalam kasus semburan lumpur panas itu ditanyakan Direktur Eksekutif Indonesian Legal Roundtable (ILR) Todung Mulya Lubis, yang menjadi penyelenggara dialog. JK mengemukakan, pemerintah harus bertanggung jawab dan memberikan kompensasi.

Oleh Komnas HAM, seperti dikatakan komisioner Syafruddin Ngulma Simeulue, ada indikasi pelanggaran HAM berat dalam kasus semburan lumpur panas Lapindo. Komnas HAM merinci ada 18 hak rakyat yang terlanggar berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, seperti hak atas perumahan dan hak ganti rugi atas tanah.

Komnas HAM menilai, terhadap kejadian luar biasa tersebut, pemerintah bekerja biasa saja, yang memunculkan pembiaran. Hak rakyat Sidoarjo yang dilanggar itu harus dipulihkan tanpa harus menunggu proses hukum.

Atas jawaban dan ketegasan JK, Todung memberi tepuk tangan dan mengaku puas sekitar 90 persen atas jawaban dan komitmen JK jika terpilih sebagai presiden periode 2009-2014. Selama ini tidak ada ketegasan sikap pemerintah soal semburan lumpur panas Lapindo.

Terkait dengan HAM, Todung juga diyakinkan JK soal komitmennya tentang pluralisme. Terhadap peraturan daerah yang berdasarkan syariah Islam, JK mengatakan, aturan agama tak perlu diatur kembali dengan UU atau aturan apa pun. ”Yang memberi sanksi pelanggaran agama itu Tuhan, bukan bupati,” ujar Ketua Umum Partai Golkar itu.

Soal kasus pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus Tanjung Priok, Trisakti, dan Semanggi I dan II, JK minta diterima apa pun keputusan pengadilan yang ada. ”Hukum kaitannya dengan pembuktian. Suka atau tidak, begitulah keadannya. Jika terus-menerus melihat ke belakang, Belanda akan terus-menerus kita kejar juga,” ujarnya.

Saat ditanya guru besar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwono, mengenai posisinya dalam masalah konstitusi, JK memilih untuk menghentikan dulu perubahan dan saatnya untuk melaksanakan empat kali amandemen. Soal keinginan amandemen kelima, seperti diusung DPD, dia menyerahkannya kepada MPR.

Soal tekanan internasional untuk produk hukum di Indonesia, JK menekankan bahwa yang tetap harus didahulukan adalah kepentingan nasional. Ia memberi contoh soal perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selain perdagangan bebas (free trade), ia terus-terusan menuntut perdagangan yang jujur dan adil (fair trade).

Wakil masyarakat, Bambang Harimurti, yang menjadi panelis terakhir, mempertanyakan pemberantasan korupsi dalam lima tahun ini yang lebih didominasi kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan pemerintah (jaksa dan polisi). JK melihat, kewenangan KPK yang lebih besar berikut anggaran dan layanan satu atapnya yang membuatnya berprestasi.

Ditanya soal ancaman untuk KPK terkait belum disahkannya UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang batas waktunya 19 Desember 2009, JK berjanji akan mendorong anggota DPR dari Partai Golkar untuk mengesahkan sebelum masa tugasnya berakhir. Jika tidak juga selesai, bisa jadi Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU terkait pengadilan tipikor.

”Saat ini Wapres tak bisa menandatangani perppu,” ujarnya.

Anggaran dokter

Sebelumnya, JK menjanjikan meningkatkan anggaran pendidikan dokter spesialis di Indonesia hingga mencapai Rp 1 triliun, dari sebelumnya yang hanya sekitar Rp 500 miliar setiap tahunnya. Peningkatan anggaran itu untuk memperluas cakupan dan meningkatkan kualitas pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Diharapkan, selain jumlah dokter spesialis semakin banyak, kualitasnya juga semakin tinggi dan bisa disejajarkan dengan kemampuan dokter spesialis dari luar negeri.

Janji tersebut disampaikan JK saat menyampaikan misi dan visi tentang pembangunan kesehatan 2009-2014 di Gedung Stovia, Jakarta, Senin. Acara itu diadakan Ikatan Dokter Indonesia.

Penyampaian misi dan visi JK, yang berpasangan dengan Wiranto tersebut, dihadiri panelis dari Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (inu/har)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog