Minggu, 28 Juni 2009

PUTRI PROKLAMATOR YANG BERJUANG DENGAN KEKERASAN HATI

 

Bagus Takwin, Niniek L Karim, Dicky Pelupessy, dan Nurlyta Hafiyah

Pertahanan terbaik adalah menyerang.” Ungkapan ini bisa menggambarkan strategi Megawati Soekarnoputri. Sejalan dengan pilihan partainya, ia menjalankan peran oposisi secara maksimal. Dengan menggunakan strategi mengingatkan jasa dan arti usaha Sang Proklamator yang mencetuskan UUD 1945 dan Pancasila, belakangan ini Megawati aktif mengkritik pemerintahan yang dipimpin SBY.

Pada masa kampanye, ia makin menunjukkan serangannya secara verbal; tak segan-segan menyebut program pemerintah yang dinilainya buruk di depan massa peserta kampanye. Ia menyatakan betapa pemerintah saat ini tidak menghasilkan karya yang berarti. Katanya: ”... pemerintah sekarang hanya berjanji setinggi langit, tapi pencapaian sekaki bukit”.

Kesan pendiam menjauh dari Megawati. Dalam wawancara, sering kali dia memberikan jawaban panjang dengan pilihan kata yang lugas dan ekspresi nonverbal yang bernuansa sinis. Ini mengejutkan banyak pihak mengingat ia dikenal sebagai orang yang jarang bicara, bahkan ketika ia menjabat sebagai presiden.

Hal ini dikonfirmasi dari hasil survei. Walaupun responden survei masih ada yang menganggap Megawati sebagai lembut dan keibuan, tetapi dengan perbandingan frekuensi yang jauh lebih kecil dibanding hasil survei kami lima tahun lalu. Kini, ia mengubah penampilan diri di hadapan publik. Ia lantang dan penuh semangat, kata-katanya keras dan pedas, gugatannya bergelora. Megawati sepertinya sedang mengalami metamorfosis, dari ibu pendiam dan defensif menjadi pejuang aktif yang ingin melawan ketidakadilan yang dirasakannya.

Penggunaan strategi presentasi-diri melalui komunikasi verbal mengindikasikan otonomi diri yang tinggi pada Megawati. Ia tampak percaya diri dan tak takut kata-katanya menyinggung orang lain. Gaya menyerang tampak jelas dalam banyak penampilannya. Kritik dan pernyataan ironis sering tampil dalam presentasinya di depan publik.

Dalam beberapa pidatonya yang ditayangkan di televisi, ia juga tampak berusaha menggugah sikap kritis masyarakat dan menekankan pentingnya moral dan integritas bagi bangsa Indonesia. Sebagai contoh, kritik terhadap cara pembagian BLT yang dinilainya merendahkan harga diri bangsa dan seruannya agar rakyat jangan tertipu penampilan dalam memilih presiden.

Prinsip moral

Penampilan Megawati sarat kritik, menekankan pentingnya harga diri serta prinsip moral yang diyakini sejalan dengan ciri-ciri kepribadian anak kedua atau anak tengah yang diuraikan Alfred Adler (1870-1937).

Ia berani tampil beda dan bicara apa adanya, bahkan menjadi pendobrak dalam masyarakat. Sejarah mencatat banyak anak tengah yang menjadi pendobrak di zamannya, seperti Martin Luther King, Mahatma Gandhi, Florence Nightingale, Charles Darwin, dan Thomas Jefferson.

Seperti mereka, Megawati adalah orang yang menggunakan daya subyektif untuk mengintervensi dunia agar menjadi seperti yang ia bayangkan. Apalagi, seperti yang kami paparkan dalam laporan penelitian kami lima tahun silam, dengan tema iklan kampanyenya waktu itu: ”masa lalu yang kelam”. Ia tumbuh sebagai anak kedua dengan hubungan orangtua yang tidak harmonis. Ia juga menjadi saksi, mendampingi dan merasakan kepedihan, sakit hati ayah, sang proklamator dan presiden pertama RI yang saat berkuasa begitu kuat dan dipuja masyarakat, tetapi kemudian disingkirkan, dikucilkan, rapuh, dan meninggal dalam penderitaan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog