Senin, 29 Juni 2009

Prof Dr Boediono SANG GURU MENUJU TITIAN BARU

Genap setahun menjabat sebagai Gubernur BI, Boediono akhirnya dipinang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan maju lagi dalam pemilihan umum presiden 8 Juli 2009 untuk menjadi wakilnya. Ia akhirnya menerima pinangan itu setelah mempertimbangkan dengan saksama.

Prof Dr Boediono MEc lahir 25 Februari 1943 di Kampung Kepanjen Lor, Blitar, Jawa Timur, dari pasangan Ahmad Siswo Harjono (pedagang batik) dengan Samilah. Sulung dari tiga bersaudara ini berasal dari keluarga sederhana. Pendapatan dari berdagang batik tidak mencukupi kebutuhan sehari- hari sehingga Samilah, ibunya, membantu dengan berjualan perhiasan.

Selepas SMA dengan berbekal beasiswa dari Colombo Plan, ia merantau ke Negara Kanguru untuk meneruskan pendidikannya. Bekal beasiswa sepertinya tidak cukup. Di sela-sela kuliah, ia bekerja paruh waktu di Central Bureau of Census and Statistics, Commonwealth of Australia, Canberra, tahun 1964. Pada 1967, ia berhasil mengantongi gelar Bachelor of Economics (Hons.) dari Universitas Western Australia.

Tidak puas dengan gelar S-1 yang disandangnya, ia melanjutkan master di Universitas Monash, Melbourne. Lima tahun kemudian, gelar master of economics berhasil disandang. Lalu, pada tahun 1979, ia mendapatkan gelar PhD di bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania, salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia.

Boediono memulai karier akademisnya sebagai guru di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 1974. Pak Boed demikian panggilan di kampusnya termasuk dosen yang rajin mengajar.

Suami Herawati (64 tahun) pada 24 Februari 2007 dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Pidato pengukuhannya yang bertema ”Dimensi Ekonomi-Politik Pembangunan Indonesia” memberikan sinyal kuat bahwa belakangan tumbuh minat terhadap disiplin ilmu lain selain ekonomi, yaitu politik. Pidatonya tersebut mempertautkan kinerja ekonomi Indonesia dengan kinerja demokrasi.

Pada tahun 1990 salah satu artikelnya mengenai pembangunan Indonesia sempat dibaca JB Sumarlin yang saat itu menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional masa pemerintahan Presiden Soeharto. Tidak berapa lama, Boediono ditawari Kepala Biro Ekonomi. Inilah awal masuknya Boediono di jajaran birokrasi.

Ia kemudian masuk ke Bank Indonesia pada tahun 1993 sebagai salah satu direktur BI sampai tahun 1998. Pada masa pemerintahan BJ Habibie di Kabinet Reformasi Pembangunan, ia dipercaya sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid, posisinya digantikan oleh Kwik Kian Gie.

Ketika Abdurrahman Wahid tergusur diganti oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, ia dipercaya sebagai Menteri Keuangan pada 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli sampai 2004. Menjelang jabatan berakhir, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerja sama dengan lembaga tersebut. Tak heran bila Business Week memberi predikat sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut.

Di kabinet ini, ia bersama Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (Menko Perekonomian), Kwik Kian Gie (Menteri Bappenas), dan Bank Indonesia dijuluki ”The Dream Team”. Mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari krisis moneter 1998. Salah satunya adalah berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dollar AS setelah sempat menembus lebih dari Rp 17.000 menjelang kejatuhan Presiden Soeharto.

Ketika Yudhoyono terpilih sebagai presiden pada Pemilu 2004, ia tidak masuk jajaran kabinet. Boediono lebih memilih kembali mengajar di UGM. Kala kondisi ekonomi tidak menentu akibat tingginya inflasi menyusul kenaikan harga BBM, 1 Oktober 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005. Boediono akhirnya bersedia kembali masuk kabinet menggantikan Aburizal Bakrie sebagai Menko Perekonomian.

Ketika jabatan Gubernur BI kosong, presiden pun mencalonkan dirinya. DPR pun menyetujui dan mengesahkannya sebagai Gubernur Bank Indonesia pada 9 April 2008, menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono



Kebijakan ”Mister Paket”

• Menteri Keuangan di era Presiden Megawati

- Menetapkan bea masuk (BM) atas impor tepung gandum sebesar lima persen. Penetapan itu dikeluarkan dengan Surat Keputusan No 127/KMK.01/2003 tentang Perubahan Tarif Bea Masuk atas Impor Tepung Gandum (wheat or meslin flour atau pos tarif 1101.00.000) atau terigu. SK itu mulai diberlakukan pada 1 Mei 2003 sampai 31 Desember 2004 (Pasal 4). Setelah masa berlaku terlampaui, tarif BM yang berlaku adalah nol persen. Pertimbangan dikeluarkannya SK itu adalah untuk meningkatkan daya saing industri tepung gandum dalam negeri.

- Mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No 66/KMK.01/2003 tentang penunjukan Bank Indonesia sebagai agen untuk melaksanakan lelang surat utang negara di pasar perdana.

- Mengeluarkan keputusan Menteri Keuangan 547/KMK.01/2003 tentang penetapan tarif bea masuk atas barang impor.

- Bersama tim ekonominya di kabinet secara terencana mengakhiri kerja sama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) pada Desember 2003 • Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada era Presiden Yudhoyono - Menerbitkan tiga paket kebijakan, yaitu paket kebijakan sektor keuangan bertujuan meningkatkan koordinasi antara pemerintah dan BI sebagai otoritas fiskal dan moneter, melanjutkan langkah-langkah reformasi memperkuat industri perbankan, lembaga keuangan nonbank dan pasar modal. Kedua, paket perbaikan iklim investasi. Ketiga, paket percepatan pembangunan infrastruktur. Ketiga paket kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan lebih cepat. • Gubernur Bank Indonesia di era Presiden Yudhoyono - Mengumumkan pengambilalihan Bank Century Tbk oleh Lembaga Penjamin Simpanan di Jakarta (21 November 2008). Alasan pengambilalihan bank itu dimaksudkan untuk lebih meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan bagi para nasabah Bank Century.

Teks: Yuliana Rini Sumber: Litbang Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog