Minggu, 17 Mei 2009

Tantangan Parlemen Baru

Oleh: Azyumardi Azra


Rekapitulasi suara pemilu legislatif telah selesai. Alokasi kursi bagi masing-masing partai yang berhasil mencapai electoral threshold dua setengah persen, juga hampir sepenuhnya sudah bisa dipastikan. Dan juga begitu, mereka yang sudah pasti masuk dan tidak masuk ke DPR. Seperti diketahui, hanya sembilan partai yang berhasil mencapai 'ambang batas' persentase jumlah kursi di DPR RI; 29 partai lainnya harus menghilang dari percaturan politik legislatif nasional setidaknya selama lima tahun mendatang.

Di tengah perkembangan itu, mulai banyak suara skeptis tentang apakah DPR RI yang baru mampu lebih meningkatkan kualitas dan kinerja parlemen. Hal ini didasari kenyataan, cukup banyak anggota DPR RI sebelumnya yang memainkan peran penting, ternyata gagal terpilih kembali ke Senayan. Sebaliknya, cukup banyak artis dan selebritas lainnya, yang selama ini tidak pernah terlibat dalam politik--khususnya di parlemen--berhasil menjadi wajah-wajah baru di DPR nanti. Di luar itu, terdapat pula dari mereka yang terpilih, diragukan dapat memainkan peran sebagai legislator dengan baik.

Karena itu, menjadi salah satu tantangan para anggota DPR RI yang baru saja terpilih untuk membuktikan, mereka dapat meningkatkan kualitas, kapasitas, dan kinerja parlemen kita. Dalam beberapa tahun terakhir ini, semakin kuat kesadaran tentang pentingnya peranan parlemen, tidak hanya dalam memperkuat dan memberdayakan demokrasi, tetapi juga dalam mendorong percepatan pembangunan ekonomi yang memungkinkan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Parlemen yang berkualitas menjadi tumpuan, misalnya, untuk dapat memainkan peran lebih aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Meski rancangan pembangunan sejak lima tahun lalu banyak berdasarkan visi, misi, dan program pasangan presiden-wakil presiden terpilih, tetapi tetap saja parlemen memainkan peranan krusial dalam penetapan kebijakan pembangunan, setidaknya selama lima tahun ke depan.

Kesadaran lebih kuat tentang pentingnya peningkatan peran parlemen itu, misalnya belum lama ini diputuskan dalam Persatuan Antar-Parlemen di Cape Town, Afrika Selatan. Juga diputuskan, misalnya, parlemen bertanggung jawab mengawasi secara ketat kebijakan pemerintah dalam membuat pinjaman luar negeri. Pada saat yang sama, parlemen berkewajiban memperkuat kepemilikan proses pembangunan. Dengan demikian, sekaligus mendorong penguatan tata kepemerintahan (governance) yang berorientasi kepada pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.

Karena itu, kita juga memerlukan parlemen yang kuat dan bisa memainkan peranannya secara efektif, tanpa harus terlibat atau campur dalam hal-hal yang memang semestinya menjadi bidang tugas eksekutif. Penguatan parlemen mestilah ditempatkan dalam kerangka: pertama, untuk peningkatan transparansi dan akuntabilitas pemerintah; kedua, untuk memastikan bahwa kebijakan pembangunan pemerintah tetap berkeadilan demi kesejahteraan rakyat; ketiga, untuk mengurangi ketegangan politik dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi kelompok-kelompok masyarakat yang tidak puas untuk berbicara di parlemen; dan keempat, untuk memastikan bahwa negara semakin mandiri dalam penganggaran, tidak terus tergantung pada bantuan dan pinjaman dari pihak asing, yang pada gilirannya membuat kian beratnya beban negara.

Apakah yang dapat dan harus dilakukan untuk penguatan parlemen sehingga dapat memainkan perannya secara efektif dan efisien? Pertama-tama, melakukan pengembangan kapasitas (capacity building) pada tingkat individual anggota parlemen, yang kemudian menghasilkan peningkatan kapasitas parlemen. Untuk itu, khususnya mereka yang baru menjadi anggota parlemen mesti memperkuat pengetahuannya tentang keparlemenan, serta fungsi dan tanggung jawab mereka masing-masing, baik dalam konteks DPR itu sendiri maupun dalam hubungannya dengan eksekutif.

Jelas, jika kapasitas para anggota DPR rendah dalam hal-hal tersebut, sulit diharapkan parlemen dapat memainkan perannya secara efektif, baik dalam fungsi legislasi, budget, maupun pengawasan. Dan, jika kapasitas para anggota DPR rendah, apa yang terjadi di parlemen lebih banyak hanyalah perdebatan, pembicaraan yang ngalor ngidul seperti sering terjadi selama ini; terdapat anggota-anggota DPR yang asal ngomong dan mencerminkan bahwa mereka sebenarnya, tidak memiliki kapasitas pengetahuan yang memadai tentang subjek yang dibicarakan.

Tak kurang pentingnya, para anggota parlemen semestinya memelihara kredibilitas, akuntabilitas, dan harkat parlemen sebagai lembaga wakil-wakil rakyat. Jika tidak, lembaga terhormat ini kembali menjadi sasaran cemoohan dan kejengkelan masyarakat, karena sikap dan tindakan yang tidak mencerminkan kehormatan lembaga wakil rakyat. Sudah sepatutnya, citra DPR selama ini yang tidak sepenuhnya memuaskan, dapat diperbaiki; muncul dengan citra baru yang mengundang trust publik secara keseluruhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar