Kamis, 09 Juli 2009

Yudhoyono Terdepan

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Warga suku Tengger mengantre untuk menggunakan hak suara mereka dalam pemilu presiden di TPS 2 Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (8/7). Warga Tengger di kawasan Pegunungan Bromo yang mayoritas petani menggunakan hak suara mereka sebelum kembali bekerja di ladang.


Kamis, 9 Juli 2009 | 04:44 WIB

Jakarta, Kompas - Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono mengungguli secara signifikan dua pasangan lainnya dalam Pemilu Presiden 2009. Dengan demikian, besar kemungkinan pilpres hanya akan berlangsung satu putaran.

Kesimpulan itu didasarkan hasil sementara penghitungan suara yang dilansir Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang juga didukung hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei di Indonesia, Rabu (8/7).

Hasil penghitungan sementara KPU yang dilakukan hingga pukul 22.00 menunjukkan bahwa pasangan SBY-Boediono masih unggul dengan perolehan 2.485.581 suara (60,72 persen). Peringkat selanjutnya ditempati pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dengan 1.214.486 suara (29,67 persen) dan pasangan M Jusuf Kalla-Wiranto dengan 393.677 suara (9,62 persen).

Data dari delapan provinsi belum masuk, yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Daerah-daerah itu dikenal sebagai kantong-kantong Partai Golkar yang merupakan pendukung utama JK-Wiranto.

Data yang berasal dari sekitar 40.000 tempat pemungutan suara itu juga menunjukkan, untuk sementara, SBY-Boediono unggul di 21 provinsi, Mega-Pro di Bali dan Nusa Tenggara Timur, serta JK-Win menang di Gorontalo dan Sulawesi Barat.

Sosialisasi lemah

Seperti telah diperkirakan, sosialisasi penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) untuk mencontreng tidak berlangsung mulus di lapangan. Pemahaman para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara beragam dalam menjalankan instruksi KPU tersebut sehingga relatif banyak warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan KTP.

Misalnya saja, di sejumlah TPS petugas mensyaratkan pemilih harus membawa KTP beserta fotokopinya. Ada juga petugas yang bersikeras KTP hanya boleh digunakan pemilih yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT).

Selain itu, sejumlah kelompok warga lainnya, seperti tahanan, pasien rumah sakit, dan buruh, tak bisa menggunakan hak pilihnya karena masalah teknis, seperti tak tersedianya TPS dan tak memperoleh izin tidak bekerja.

Secara umum, Pilpres 2009 berlangsung relatif aman dan lebih lancar dibandingkan dengan Pemilu Legislatif 2009. Meski demikian, di sejumlah daerah tetap ditemukan sejumlah kecurangan, seperti politik uang.

Konsolidasi demokrasi

Presiden Yudhoyono mengaku berbesar hati karena laporan, pengamatan, pemantauan, dan komunikasi pejabat pemerintah di seluruh Indonesia berjalan baik sehingga pelaksanaan pilpres juga berjalan baik.

”Indonesia sedang mengukir sejarah baru, sedang mengonsolidasikan dan mematangkan demokrasinya,” ujar Yudhoyono dalam jumpa pers kedua seusai pencontrengan di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat.

Yudhoyono yang masih menjabat presiden sampai 20 Oktober 2009 mengemukakan, sukses Pilpres 2009 merupakan satu tonggak penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia menjadi lebih matang dan dewasa. ”Dunia juga memberikan perhatian yang tinggi agar terjadi peaceful and democratic election. Alhamdulillah apa yang kita lihat malam ini pada hakikatnya pemungutan suara di seluruh Indonesia berjalan baik,” ujarnya.

Yudhoyono juga mengatakan, penghitungan suara belum selesai. ”Meskipun dari hasil quick count lembaga survei yang ada menunjukkan keberhasilan kami dan teman-teman seperjuangan, kami menunggu hasil penghitungan KPU,” ujarnya.

Pasangan lain menunggu

Menanggapi perkembangan pascapencontrengan, pasangan Mega-Pro menyatakan akan menunggu sampai penghitungan resmi selesai sekaligus meminta masyarakat untuk bersabar.

Prabowo dalam jumpa pers semalam menyebutkan, pelaksanaan pilpres belum berjalan demokratis, antara lain karena kisruhnya masalah DPT.

Taufik Kiemas dari kubu Mega-Pro mengaku terkejut dengan hasil yang diperoleh kubu JK-Win berdasarkan hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei. ”Kalau JK bisa 25 persen, bisa dua putaran,” ujarnya.

Sementara itu, kubu JK-Wiranto mengaku bisa memahami hasil penghitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Meski begitu, mereka masih akan menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU. Kubu JK-Wiranto juga menengarai ada sekitar 30 bentuk pelanggaran selama pilpres berlangsung.

Faktor selera

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lili Romli, menilai, keunggulan Yudhoyono merupakan hasil perpaduan antara figur dan pencitraan.

Hal senada dinyatakan Direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group Andrinof A Chaniago. Menurut dia, dalam memilih, rakyat menempatkan porsi kepribadian calon lebih besar ketimbang soal kemampuan calon. Dengan 80 persen pemilih berpendidikan SLTP ke bawah, pilihan lebih ditentukan faktor selera. ”Calon lain tidak sesuai dengan selera masyarakat, misalnya yang dilihat soal kesantunan,” katanya.

Menurut Lili, dengan dukungan yang besar dan kekuatan politik di parlemen yang signifikan, keinginan untuk mewujudkan pemerintahan efektif dan kuat bisa terwujud. Namun, semua itu bergantung pada kepemimpinan Yudhoyono dan kinerja kabinetnya. Demokrasi Indonesia, lanjutnya, punya masa depan yang baik jika Partai Golkar dan PDI-P memainkan peran sebagai oposisi yang sehat demi menegakkan mekanisme checks and balances.

Posisi kuat

Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia Denny JA menyebutkan, kemenangan SBY-Boediono disebabkan, pertama, posisi SBY sudah sangat kuat sebelum kampanye dimulai. Kedua, masa kampanye satu bulan memang berhasil menurunkan Yudhoyono dan menaikkan Kalla, tetapi tidak signifikan untuk dua putaran. Ketiga, kepribadian Yudhoyono sangat disukai dan sulit digoyahkan.

Keempat, publik umumnya puas dengan kondisi hidup di berbagai sektor sehingga menguntungkan incumbent. Kelima, umumnya publik puas dengan kinerja Yudhoyono sebagai presiden. Keenam, mayoritas publik memang ingin satu putaran saja.

Sementara tambahan suara yang sangat besar bagi pasangan Mega-Pro, menurut Denny, karena peran Prabowo. Selain itu, konstituen PDI-P juga solid. ”Kalau Prabowo maju sebagai calon presiden, hasilnya bisa lain. Karena pesona Prabowo lebih segar, lebih militan sehingga daya ungkit Prabowo sebagai capres lebih besar,” ujar Denny.

Menurut Zulfahmi, ketua tim program hitung cepat Lembaga Riset Informasi, konstituen Partai Golkar tidak solid. Sebanyak 43 persen konstituen Partai Golkar memberikan suara ke pasangan Kalla-Wiranto. Jumlah itu nyaris berimbang dengan konstituen Golkar yang memberikan suara ke pasangan Yudhoyono-Boediono, yakni 39 persen.

Hal serupa dilakukan konstituen Partai Hati Nurani Rakyat. Sebanyak 40 persen memilih pasangan Kalla-Wiranto, sedangkan 36 persen memilih Yudhoyono-Boediono.

Jangan sombong

Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring mengingatkan semua pihak agar mensyukuri proses pilpres yang berjalan aman dan lancar. Walaupun masih hasil hitung cepat, semua pihak, termasuk SBY dan tim pendukung, harus tetap menghormati pasangan Mega-Pro dan JK-Win. ”Yang menang tak boleh sombong, yang kalah tak boleh dihinakan,” ujar Tifatul.

”Secara pribadi saya mengucapkan selamat kepada Mega-Pro dan JK-Win yang telah mengikuti seluruh proses pilpres ini, tahap demi tahap, dengan penuh kesabaran dan keseriusan,” ujarnya.(MZW/DIK/IDR/SIE/INU/DAY/HAR/MAM/ANA/DWA/VIN/SUT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar